Minggu, 08 Desember 2013

Hari ke-5: Labuan Bajo – Kepulauan Komodo, 15 Nov 2012



Masih dari TreeTop, pagi ini dimulai dengan merapikan carrier 60L yang tersohor itu. Meskipun sebagian barang yang tidak dibutuhkan sudah dikeluarkan, namun ransel hijau tua yang jauh dari kata anggun tersebut tetap terasa (dan terlihat) padat. Sementara ada teman yang bahkan hanya membawa jinjingan kecil…. lucu juga kalau mengingat muka-muka melongo saat menyadari betapa besarnya ransel gue :D

Begitu siap untuk menuju pelabuhan – meski tanpa mandi – dengan percaya diri gue melangkah keluar dari TreeTop. Dua orang bule ABG yang lagi nongkrong di teras menatap ke arah saya. Duh, nyaris ge-er! Tapi akhirnya gue sadar….mereka silih berganti memandang antara ukuran carrier dan tinggi badan pemiliknya, kemudian saling senyum liat-liatan satu sama lain. Deeem, mereka pasti lagi ngetawain gue, nih!


Tas Carrier Eiger 60L


Group kami berlayar menggunakan 2 kapal, syukurlah cuaca hari ini begitu bersahabat. Kapal seakan berlayar di atas agar-agar….begitu tenang tanpa ombak. Di kanan dan di kiri, berjejer pulau-pulau kemarau yang seolah membentengi pelayaran ini. Pulau pertama yang kami kunjungi adalah Pulau Kelor. Pulau yang bisa ditempuh dalam waktu 30 menit ini tidak berpenghuni. Sepertinya memang tidak populer sebagai area bermain air. Tapi tunggu dulu, lihat foto-foto di bawah ini...

Dari Puncak Pulau Kelor







Puas berpanas-panasan di Pulau Kelor, kami kembali berlayar dan menuju Pulau Rinca. Pelayaran diisi dengan makan siang lalu menjadi model dan fotographer dadakan di geladak kapal. Sandal kuning dan sandal pink menjadi sorotan. 

Di gerbang masuk Rinca yang dinamai Loh Buaya, kita disambut oleh Ranger yang bertugas mengawal perjalanan. DEG DEG DEGan…. akhirnya melihat bisa melihat sang naga secara live! Kalian pasti sudah sering dengar betapa ganasnya binatang peninggalan purbakala ini, kan? Katanya: komodo bisa berlari secepat kilat, bisa berenang, bisa mencium bau darah hingga kiloan meter, bisa memanjat pohon dan dipersenjatai dengan air liur yang penuh bakteri berbahaya. Wah, kurang HOROR apa lagi, coba? Belum lagi berbagai kisah penyerangan komodo, bahkan terhadap ranger sendiri. Di Rinca, dikabarkan bahwa ukuran komodo relatif lebih kecil dibandingkan rekan-rekannya yang berada di pulau komodo. Artinya, besar kemungkinan komodo disini dapat bergerak jauh lebih lincah. Hmmm…

Sebelum memulai trekking, kita diminta untuk memilih jenis trek sesuai kemampuan dan keinginan. Jenis trek terbagi menjadi 3 macam: (1) trek ringan selama 1 jam, (2) trek sedang sekitar 1,5jam, (3) trek berat selama 2jam. Saat itu kami sepakat memilih trek yang ringan saja. Para ranger sudah mewanti-wanti agar kami tidak “sok tau” dan keluar dari rombongan. Pokoknya harus tetap waspada, jika ada komodo melintas biarkan dia lewat terlebih dahulu. Sebisa mungkin jangan menenteng tas, atau membiarkan tali-temali tas beruntai-untai. Kalau tidak, bisa-bisa komodo akan menyangka kita membawa makanan untuk mereka, begitu kata si Ranger. Ranger juga dilengkapi dengan “senjata” berupa tongkat kayu yang bercabang di ujungnya. Sekilas sih, “senjata” ini terlihat lemah. Biaya masuk sebesar Rp2,500,- bagi wisatawan local, dan Rp20,000,- untuk wisman.


Dari atas bukit di Rinca





Kanan: anak komodo di dalam lubang di atas pohon







Sang Ranger menunjukkan lokasi favorit para Komodo. Terdapat seekor komodo yang terlihat malas, gemuk dan seolah tak peduli dengan kami. Tapi jangan terkecoh, meski tidak dalam posisi aba-aba, jika ia merasa terganggu, akselerasi penyerangan bisa terjadi secepat kilat. Kemudian kami beralih ke tempat lain, si Ranger menunjukkan seekor anak komodo yang sedang bertengger di pohon. Wah, mendadak gue menghayal: apa jadinya kalo dia loncat ke atas kepala? Jalan setapak kami susuri lagi…terlihat seekor rusa melintas. Terus melangkah, kami sampai pada diatas suatu bukit yang wow….cantik sekali. Dari atas bukit terlihat ceruk lautan yang nyaris seperti lukisan. Tentu saja, kamera harus disiapkan!

Selesai dari Rinca, kami langsung menuju P. Komodo. Bukan untuk trekking, melainkan snorkeling…mungkin lebih dari 1 jam kami berlayar. P. Komodo terletak di sisi terjauh dari rangkaian Kep. Komodo. Jika dari Labuan Bajo kalian langsung menuju kesini, siapkan waktu sekitar 4 jam, ya. 

Dari kejauhan terlihat beberapa kapal sedang dilabuhkan agak jauh dari tepi pantai. Dan ABK lalu mengumumkan bahwa kami sudah sampai ke sebuah surga taman laut. Pemirsa….selamat datang di PINK BEACH!   


Narsis teruus





Kapal besar memang tidak diperbolehkan untuk menepi ke pantai, dikhawatirkan bisa merusak karang-karang laut yang tersebar di sepanjang pantai. Untuk mendapati pink beach, kita wajib terjun di tengah laut dan berenang ke tepian. Sebagian teman yang sudah turun duluan memperingatkan: “hati-hati, arus bawah lautnya deraaas sekali!” Tapi gak ngaruh, gue harus turun! Jadi, memang disini terkenal dengan arus bawah yang lumayan kencang. Atau bisa jadi di jam-jam tertentu saja ya.. karena saat itu memang sudah jam 4 sore. ABK sempat berpesan: “kalau kalian terbawa arus, NIKMATIN aja!” Belakangan ketahuan kalau Chedy yang berbadan layaknya body builder pun, harus berjuang keras untuk melawan arus saat kembali ke kapal. Ia pun sempat menggigil sedemikian rupa karena terkena air dengan suhu yang cukup rendah.

Pemandangan bawah laut disini memang dasyat, deh! Coral-coral dengan berbagai warna, anemon yang menari-nari, berbagai jenis ikan termasuk Nemo – favorit gue – berenang kian kemari. Tapi sayang, beberapa bagian memang tampak sudah hancur. Terfokus menuju ke pantai, gue melupakan esensi snorkeling itu sendiri, untuk melihat kian kemari. Sungguh amat disesali, rasanya kurang lincah “berburu” spot yang cantik. Dua doa: (1) Mudah-mudahan suatu hari bisa kembali kesini lagi, (2) Mudah-mudahan coralnya tidak tambah rusak! Begitu mendarat di pantai pink – yang tidak terlihat pink – teman-teman pun sibuk bergaya di depan kamera. Jangan khawatir, katanya….katanya lho, komodo tidak bermain-main di wilayah ini. Seperti tadi gue bilang, pink beach terletak di sisi pulau Komodo, namun tidak ada seorang Ranger pun yang akan mengawal kalian disini. 

Saat senja tiba, kami menepi ke Kampung Komodo yang letaknya dekaaat sekali dari pink beach. Kapal pun ditambatkan di dermaga. Sempet terpikirkan oleh teman-teman untuk membajak kapal dan kembali ke pink beach esok hari *balada tidak puas* hehehe. Kampung Komodo (dan juga Pulau Kambing) memang cukup lazim menjadi lokasi peristirahatan kapal wisata, sebab perairannya yang hampir selalu tenang. Di kapal, kami bergantian mandi. Ingat, hemat air ya! Satu orang hanya dapat jatah 1 ember air bersih saja. Tapi rupanya peraturan hemat air tidak berlaku di kapal teman kami (kapal yang lebih besar). Di kapal itu air pancuran mengalir dengan kencang, nyaris dipastikan bahwa mereka menggunakan air laut dan bukan air bersih yang dibawa dari Bajo. Malam hari, Bram, David, Emil dan gue menyempatkan diri menjelajah ke Kampung Komodo yang kondisi penduduknya cukup menyedihkan.

Wajah anak-anak di Kampung Komodo

Suasana Kampung Komodo

Sedikit cerita mengenai kapal yang kami tumpangi, kapal yang berukuran sedang (sedang itu relatif, ya) ini mampu menampung sekitar 7-8 orang. Fasilitasnya berupa: 3 ABK, 1 toilet, dapur, dek atas untuk bermalam, kabin bawah yang bisa menampung 2 orang, dan “ruang keluarga” multi fungsi. ABK sendiri yang menyediakan makan pagi-siang-malam untuk kami. Eits, jangan berburuk sangka dulu ya…masakan mereka endaaaang, lho!

Things we do on da boat



Hari yang dipenuhi momen LUAR BIASA ini ditutup oleh taburan bintang-bintang yang begituuuuu….begituuuuu…..*speechless*

NB: Foto-foto diatas adalah koleksi dari rekan-rekan seperjalanan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar