Putri Jamban
Kena Getahnya
Bagi
siapa saja yang cukup aktif memantau social media, pasti familiar dengan
foto-foto nyeleneh mengenai jamban.
Dimulai dari pintu bilik yang hanya menutupi separuh bagian atas tubuh pengguna
toilet duduk, atau terdapat banyak jamban di dalam satu bilik, bahkan ada juga
yang jambannya rusak karena si pengguna toilet duduk tidak mengerti bagaimana
seharusnya menggunakan toilet duduk (duh,
kampungan ya?!), dan lain-lain dan lain-lain.
Pertanyaanya:
dalam kehidupan nyata pernah gak sih menemukan hal-hal jamban abnormal semacam
itu? Hmmmmm…sialnya, saya pernah! Sial banget, deh!
Siang
itu saya berada di suatu pulau yang letaknya teramat jauh dari rumah. Pulau
Antamani namanya, salah satu pulau yang saya singgahi saat mengambil paket tour
lokal di kota Puno, Peru. Tepatnya di suatu restoran yang menyajikan makanan
dengan rasa seadanya, namun memanjakan pelanggan dengan pemandangan yang bisa
dibilang….yaaaah, lumayan lah. Ada hamparan bukit-bukit hijau yang seakan
menyatu dengan danau dengan volume paling besar se-Amerika Selatan ini. Jadi,
pulau ini memang terdapat di danau, bukan di laut.
Di restoran bersama teman-teman trip |
Kembali
lagi ke restoran. Selepas memesan menu paling normal, yaitu ikan panggang
dengan nasi, saya memutuskan untuk check-in
di toilet yang tersedia di restoran. “Biar bisa menikmati makan siang dengan
lebih khusyuk”, pikir saya. Terdapat dua toilet unisex yang kebetulan kosong di salah satu unitnya. Dengan suka
cita saya langsung masuk ke dalam bilik yang tidak besar itu, tanpa
memperhatikan keberadaan sebuah tong besar yang penuh dengan air bersih, tepat
di depan toilet. Disinilah pengalaman lucu-lucu berbahaya itu terjadi.
Menu makanan di restoran. Ini udah menu yang paling normal bagi ukuran orang Indonesia dibanding menu lainnya. |
Sebagai
seorang perempuan yang selalu membawa hand sanitizer di tas tangannya, wajar dong kalau saya sangat memperhatikan
kebersihan WC umum. Terlebih jika WC yang tersedia berupa WC duduk. Otomatis
saya merasa penting untuk memberi alas pada dudukan toilet dengan tissue atau
sejenisnya. Rasanya gak rela kan
kalau kulit saya harus bersentuhan langsung dengan dudukan toilet yang
hanya-Tuhan-yang-tau apa yang pernah terjadi disitu. Namun kenyataan tidak
berpihak pada saya, gulungan tissue yang dibutuhkan tidak tersedia di dalam
bilik. Ya sudah mau bagaimana lagi, mau gak mau saya harus jongkok di toilet duduk
tersebut. Setelah mengambil ancang-ancang seraya berpegangan pada dinding, saya
pun menjejakkan kaki sebelah kanan saya di satu sisi toilet sambil mengangkat
kaki kiri saya. Namun betapa terkejutnya saya……ada gempa bumiiiiiii…...ya
Tuhan, jantung serasa jatuh ke lubang WC akibat guncangan itu. Eh, tapi tunggu, ternyata ini bukan
gempa bumi! Toiletnya copot dari lantai
dan doyong 45 derajat, bersandar ke dinding. Guncangan air di dalam lubang
toilet terlihat seperti ombak lautan yang bertemu bibir pantai. Beberapa
potongan kecil (dan besar) dari keramik toilet pun dengan menyedihkannya
terkulai di lantai.
Ampun
deh, hal konyol seperti ini kok bisa
bisanya terjadi sama saya sih? Ya
amplop, sial banget siang ini. Tapi kalau-kalau ada yang tanya, untungnya saya
tidak terkena cipratan air. Air apapun itu. Hahahaha. Tidak tunggu lama, dengan
cueknya – seolah-olah tidak ada yang terjadi – saya keluar dari bilik kesialan
dan masuk ke bilik yang-diharapkan-sebagai-bilik-keberuntungan. Kebetulan ada
seorang tamu restoran yang baru keluar di bilik tersebut, tersenyum penuh arti
kepada saya. Kelihatannya dia mendengar kegaduhan yang saya sebabkan. Bodo
amat, deh. Hahahaha.
Di
bilik yang baru ini terbitlah harapan baru, agar saya bisa buang air kecil
dengan puas dan bahagia. Dan itu memang terjadi, sebelum saya menyadari bahwa
kenyataan pahit yang kedua harus di hadapi. Flush di toiletnya tidak berfungsi,
jek. Lho iki piye carane? Dengan malu-malu kucing garong saya mengintip
ke luar, ternyata tong besar berisikan air itu memang disediakan untuk menyiram
toilet yang telah selesai dipergunakan. Ya ampun, ada-ada saja sih.
Setelah
saya ingat-ingat lagi, rumah penduduk yang saya inapi di pulau yang berbeda
juga memiliki kondisi yang sama. Toilet duduk yang terlihat modern tidak
difungsikan dengan maksimal, alias menggunakan flush alami. Sungguh
disayangkan, padahal rasa-rasanya mereka tidak kekurangan air deh. Mungkin toilet duduk itu hanya
simbol kemakmuran buat mereka. Yang penting ada saja dulu, tidak perduli
berfungsi atau tidak. Ini tidak ada bedanya dengan kebiasaan yang melekat pada
sebagian warga perkampungan di Indonesia, dimana kulkas digunakan sebagai
lemari baju *kedip-kedip
Setelah
kejadian yang menarik ini, apakah saya masih mau jongkok di toilet duduk lagi?
Yang jelas, saya sudah menjadi korban. Sayangnya korban kebodohan diri sendiri.
Hahahahaha.
Apakah
kalian punya pengalaman jamban yang serupa?