Minggu, 17 Mei 2015

Kenangan Di Singapore Gak Sekadar Belanja Doang


Layaknya orang-orang kebanyakan, di bulan Maret 2014, saya dan tiga orang teman kantor berangkat ke Singapore atas modal dengkul. Lebih tepatnya sih, salah seorang teman itu, sebut saja Marie Jane, mendapat rejeki nomplok dan ingin berbagi dengan teman-temannya. Dia menanggung ongkos tiket pesawat untuk pulang dan pergi serta menyediakan penginapan selama kami disana. Penginapan itu sendiri sebenarnya berupa apartmen di daerah Bukit Timah yang jarang dihuni oleh pemiliknya. Gratis memang, karena dimiliki oleh sahabat Marie Jane dari lingkaran pergaulan yang lain. Dari lokasinya, sudah jelas bahwa ini adalah apartmen mewah di lokasi premium dengan tiga kamar tidur dan tiga kamar mandi. Ditambah lagi, bos di kantor memberikan suntikan dana untuk urusan jajan-jajan selama empat hari. Kurang apa lagi coba? Berasa menang kuis ya…bedanya pajak hadiah tidak ditanggung oleh pemenang. Hehehe.

Siang bolong di hari Kamis, tanpa cuti ,kami langsung cusss kabur dari kantor untuk ke bandara Soekarno-Hatta. Padahal keberangkatannya masih cukup lama, sekitar waktu Magrib lah. Wah iniiii, dasar kelakuan anak-anak bandel.

Siap-siap di bandara Soetta


Kami pergi berenam, sebagai tambahan ada dua anak kuliahan yang masih terhitung keponakan dari Rose (nama asli dirahasiakan). Kedua keponakan itu baru pertama kalinya ke luar negri. Jadi seharusnya ini pengalaman yang sangat menarik untuk mereka. Dari awal perjumpaan di bandara Soekarno Hatta, keduanya terlihat jelas adalah anak manja yang sulit jauh dari orang tua. Yah, sebenarnya ada satu yang manjanya keterlaluan sih. Tapi bukan manjanya yang mengganggu, melainkan betapa gerak-geriknya begitu slow motion. Sebut dia si Manja dan yang satu lagi kita sebut si Mending(an).

Singkat cerita, kami berenam mendarat dengan selamat di Singapore. Bagaikan rejeki yang sudah diatur sedemikian rupa, Mr. Big, seorang kawan baik dari Marie Jane sedang menginap di Marina Bay Sand (MBS). Salah satu penginapan yang sedang happening saat itu. Kami yang tidak lebih dari anak-anak norak dan aji mumpung, tanpa buang-buang waktu langsung meluncur ke MBS. Kapan lagi bisa lihat-lihat jeroan dan layout MBS tanpa perlu membayar sewa kamar yang terkenal mahal itu? Mr. Big bersedia untuk mengantar kami berkeliling seputar MBS, bahkan dia berkata akan menghabiskan malam dengan berjudi semalam suntuk di casino. Wah kebetulan ini, karena penasaran dengan suasana casino, kami pun meminta Mr. Big untuk mengizinkan kami mengekorinya bagai anak bebek. Suasana di dalam casino ternyata berbeda dari bayangan. Awalnya kami berpikir bahwa akan banyak wanita mengenakan long dress yang akan berjalan anggun dan bermain lihai dengan beragam mesin-mesin judi. Namun kenyataannya, casino ini sudah jauh lebih modern dibandingkan yang terlihat di film-film James Bond. Menurut saya, lebih mirip dengan Fun World atau Timezone. Itu tuh tempat permainan anak-anak. Hahaha. Sayangnya, pengambilan foto diharamkan disini. Merasa sudah cukup terpenuhi rasa penasarannya, kami pun memutuskan untuk menyudahi lawatan ke casino, tentu tanpa ikut-ikutan main yah. :p

Tetep mejeng


Dari kamar MBS seharga USD700. Padahal, kamarnya biasa banget (untuk harga segitu).

Selfi Sukaesih

Mau dimana pun, teteup belenjong


Esok paginya kami semua, terkecuali Rizka yang sudah berencana untuk ke Kebun Binatang sendirian, bersiap-siap untuk pergi menjelajah area pertokoan terkenal di Sinjapoo. It’s time to shop till you drop! Yippiee! *yeaaarite…kayak punya duit aja! LOL. Semua kecuali Rose, sudah selesai mandi dan sedang mematut diri di cermin. Tiba-tiba Rose berteriak dari dalam kamar mandi, “guys, kok WC nya gak bisa di flush?” Ia menggunakan kamar mandi yang berada di dalam kamar si empunya rumah, bukan di kamar mandi yang sehari-hari kami pakai. Masih tidak ada yang menggubris hingga ia berteriak untuk yang kedua kalinya: ”teman-teman ini WC-nya kenapa yaaaa…kok air selokannya naik terus ke lantai?” suaranya mulai merengek. Teriakannya kali ini mulai mendapat perhatian dari Marie Jane yang sigap menyusul ke TKP. Marie Jane pun terkaget-kaget, “Whoaaaaa, Oh My God Rose, what’s going on?” ungkapnya yang lebih fasih berbahasa Inggris dibandingkan bahasa Indonesia.

Kehebohan dimulai.

Saya mulai ikut-ikutan mengintip kegaduhan di dalam WC tersebut. Terlihat Rose sedang berusaha menggiring air ke lubang drainase, tapi tidak berhasil. Air justru menguap naik dari situ. Terlintas ide untuk memanggil satpam dan bertanya dimana tukang pipa bisa didapatkan? Namun idenya serasa lucu menurut Marie Jane, ia bilang kalau orang-orang di Singapore tidak terlalu mau tolong-menolong untuk hal semacam itu. Duh. . .makin bingung nih, karena pemilik rumah adalah sejatinya seorang yang amat resik dan higienis. Agak mencemaskan karena yang bermasalah adalah kamar mandi pribadi di kamarnya. Waduh, mati deh kita! Udah numpang bikin masalah pula!

Di sela kegaduhan itu, Rose mulai curhat bahwa yang ia lakukan hanyalah menyiram WC seusai menunaikan hajat alamiahnya. Hajat besar, FYI aja sih. Ia melanjutkan bahwa semakin ia menyiram, semakin banyak air yang naik dari lubang drainase. Intinya dia tidak bersalah, itulah yang ingin ia sampaikan. Baiklah, dua orang penonton yang melongo dari pintu kamar mandi mengangguk-angguk setuju dan segera mengambil sesuatu untuk dijadikan alat bantu. Dimulai dari mengambil kain pel, ember, gayung dan apapun yang kira-kira bisa membuat kamar mandi bisa terlihat kembali seperti sedia kala. Rose mulai mengambil air yang tergenang di lantai lalu menampungnya di ember. Begitupula dengan Marie Jane. Mau tidak mau, saya yang menggotong ember tersebut dan membuangnya di kamar mandi yang lain. Dengan segala keringat dan upaya, lantai kamar mandi mulai terlihat kering. Saya pun mulai mengepel apartmen. Disaat yang sama, Marie Jane mencuci tangannya di wastafel….apa yang terjadi…taraaaaa, air kembali mengucur dari drainase. Oh em ji! Kerjaan dimulai lagi. Sambil tertawa-tawa kami mulai dari awal. Rose mulai merasa bahwa ini adalah hukuman karena meninggalkan anak batitanya di Jakarta. “Maafin mama ya, nak”, kata Rose hampir menangis. Breeeeeet. . . . sesaat setelah ia berkata demikian, celana pendek yang sedang dikenakan Rose pun robek. Marie Jane dan saya berpandang-pandangan dan malah ingin tertawa. Wakakakkakaka. Ini lucu banget! It's just not your day, Rose.

Nah, lantai sudah benar-benar kering. Tapi gak bisa senang dulu…kerjaan utama belum selesai…bagaimana caranya membuang hajat besar dari WC? Karena memang, ITUnya masih disitu. Dengan berat hari Rose menguatkan tekad untuk menciduk ITU dengan gayung, langsung dari mangkuk WCnya. Baiklah, nampaknya ini sudah terlalu detil dan menjijikan ya? : ))) maapkeun.

Antara mau terpingkal-pingkal, mau ngomel-ngomel, dan ingin menangis dengan kenyataan ini, bercampur baur di kepala kami masing-masing. Wah benar-benar beruntung si Rizka. Sebelum kejadian ini, dia sudah menyelamatkan diri pergi ke Kebun Binatang. Dimanakan si Manja dan si Mending? Tentu mereka duduk-duduk santai di kamar tidur.

Selepas ‘kegiatan’ ekstra tadi, kami semua merasa kelegaan yang teramat sangat. Bagaikan hajat yang lepas dari tubuh setelah tertahan sekian waktu lamanya. Apartmen ini memang tergolong mewah, hanya saja sudah cukup tua. Mungkin dia lelah. Pukul 11 siang waktu setempat, kami berlima baru bisa keluar apartmen untuk berjalan-jalan keliling Negri Singa. Fiuuuh, akhirnyaa. It’s just another jamban day for us, especially for me Sang Putri Jamban : )))

Kelar dari satu urusan, rupanya tidak serta merta membawa kesenangan total di hari-hari berikutnya. Si Manja pergi kemanapun dengan high heels tanpa berpikir kemungkinan cepat lelah dan pegal-pegal. Hasilnya, ia sama sekali tidak bisa gesit mengikuti kecepatan jalan kami yang bagaikan selalu haus ingin mengobrak-abrik toko dengan banner sale 80%. Cara berjalannya…..putri Solo saja kalah! Seorang tipe cewek yang akan rapuh berkeping-keping jika tertiup angin. Hahahaha. Jadi bisa ngebayangin gak kalau dia menghilang sendirian di negri orang? Yap, itu memang sempat terjadi. Suatu sore ia sempat menghilang di sekitar Gardens By The Bay. Handpohone tidak bisa dihubungi, suasana sudah gelap, plus gayanya yang terlihat malu-malu dan tidak tegas ketika pernah suatu waktu didekati pria asing, membuat Rose selaku tante menjadi panik. Setelah sekian lama dicari-cari dan tidak ketemu, akhirnya ia kembali dan hanya cengengesan sambil berkata: “tadi aku cuman dari situ kok”.  FINE!   BYE!  PITES NIH! Gak akan ada lagi cerita jalan-jalan bareng ama si Manja ini! Bahahhahaha, begitu mungkin yang ada di kepala Rose.

Hari-hari kedepannya kami lalui dengan ceria, kami dibawa oleh Marie Jane ke lokasi jajanan-jananan murah dan halal. Marie Jane memang rutin mengunjungi Singapore, karena mayoritas keluarganya berdomilisi disana, oleh karena itu ia cukup paham seluk beluk kota . . . eh negara tersebut. Berikut beberapa makanan halal di Singapore yang sempat kami jajal:


  1.  Puncak Restaurant, Far East Plaza, level 5.
  2. Qiji, misalnya di Tampines.
  3. Kiliney Kopitiam.
  4. Kampong Glam Restaurant, Arab Street, mungkin selain itu banyak restaurant halal disini.
  5. IKEA Food Court, cari antrian yang halal. Yang pasti meat ball dan chicken wings nya halal. Bahkan sendok dan piring dibedakan.
  6. Old Changkee Restaurant.
  7. Nandos (sebenarnya makanannya halal, tapi karena mereka menjual minuman beralkohol, maka tidak mendapatkan sertifikat halal).

Suasana Kampong Arab



Saat kepulangan pun tiba, sesaat sebelum meninggalkan apartmen kami sempatkan berpose di depan pintu masuk lobby. Salah satunya adalah berfoto sambil duduk di hiasan taman, hingga semua menyadari ada bau-bauan yang tidak bersahabat pada indra penciuman kami. Satu per satu mulai mengecek kemungkinan menginjak kotoran binatang di sepatunya. Saya, Marie Jane, Rizka, Si Manja dan Si Mending . . . . semua aman. Hingga semua menoleh ke orang terakhir . . . . . . . . . Roseeeeeeeeee!!!!!!!

Sesi Photo di depan apartment

Selasa, 05 Mei 2015

Secuil Las Vegas

Las Vegas, kota ini dikenal dengan sebutan Sin City alias Kota (penuh) Dosa karena melegalkan perjudian. Ibu kota negara bagian Nevada yang letaknya masih terhitung di west coast (pantai barat) Amerika ini ini tidaklah besar dan dikelilingi oleh gurun.  Perekonomian rakyat sangat bergantung dari transaksi para pemabuk dan penjudi yang secara sukarela, sadar atau tidak sadar mempertaruhkan hartanya demi kepuasan sekejap. Tata kota Las Vegas sendiri sangat simple, ada satu jalan utama sebagai urat nadi kehidupan yang dikenal dengan The Strip, terdiri dari North Strip dan South Strip. Bayangkan saja jalan Sudirman dan jalan Thamrin di pusat kota Jakarta, menurut saya sih hampir tidak ada bedanya. Yang membedakan adalah di kiri dan kanan sepanjang The Strip didominasi oleh hotel-hotel mewah dengan nama yang mungkin cukup familiar, misalnya MGM Grand, Excalibur, dsb. Fasade bangunan hotel-hotel tersebut juga dibuat semenarik mungkin untuk menarik minat para turis. Sehingga terciptalah suatu koridor jalan yang meriah-meriah menggemaskan gimana gitu. Ditambah lagi fasilitas umum bagi pejalan kaki dibuat semaksimal mungkin. Tak jarang hotel-hotel besar menampilkan pertunjukan di halaman depan hotelnya, agar dapat dinikmati oleh pejalan kaki. Katakanlah pertunjukan manusia menelan api, orang-orang berkostum pahlawan sambil ber-atraksi, bahkan ada yang menampilkan dancing fountain di jam-jam tertentu. Semua ini agar pejalan kaki tertarik untuk masuk ke dalam hotel lalu ingin coba-coba peruntungan dengan berjudi. Oh ya, jembatan penyebrangan pun didesign sedemikian rupa agar penggunanya bisa meng-akses masuk ke dalam hotel yang kebetulan berada di lokasi jembatan itu berada. Ini pasti ada maksudnya kan

Atraksi dancing fountain dengan sound system yang meriah

Penonton, baik yang kebetulan lewat maupun sengaja datang, selalu ramai



Suasana malam di Las Vegas

Suasana malam di Las Vegas

Suasana malam di Las Vegas

Jembatan penyebrangan yang rata-rata menggunakan lift dan eskalator

Dari jembatan penyebrangan yang rata-rata menggunakan lift dan eskalator


Salah satu hotel di pusat kota Las Vegas



Yang menariknya lagi, dengan casino experience saya yang terbatas, saya sedikit terkejut ketika memasuki  beberapa kasino dan melihat sendiri anak kecil bebas berkeliaran. Lho, tak pikir masuknya kudu periksa KTP. Karena berbekal pengalaman saya saat melawat (tsaaah, melawat :p) ke casino di Marina Bay Sand Singapore, paspor saya di cek untuk memastikan kelaikan usia untuk enterance permit. Tapi memang sih, kasino yang saya lihat di Excalibur hotel (dan beberapa tempat lainnya) itu terletak terbuka di lobi hotel. Hmmm…

Casino di dengan free enterance
Suasana pedestrian di Las Vegas

Salah satu lobi hotel yang saya masuki, hanya karena penasaran, dan dengan akses masuk yang sangat mengudang


Mengenai transportasi umum, amat sangat mudah untuk berkeliaran di sepanjang the Strip, saya lupa sih persisnya berapa kilometer dari ujung Utara ke ujung Selatan. Namun semua tampak dekat, bahkan Bandara International McCarran terletak di ujung Selatan the Stripe, tidak jauh dari iconic sign “welcome to Las Vegas” yang tersohor itu, jika ada pesawat mendarat atau akan terbang rasanya seperti hampir terlindas pesawat. Untuk ilustrasi, ujung landasan pacu pesawat terletak persis di pinggir jalan utama. Jadi bayangin aja deh. Unik juga. Tapi untungnya, gak ada tuh orang yang memarkir mobilnya sembarangan sekedar untuk menonton pesawat turun naik. Kalau di Indonesia bagaimana ya kira-kira?

Terminal bus www.megabus.com yang membawa saya dari Los Angeles ke Las Vegas pun berhenti tidak jauh dari Bandara. Perlu diingat, tidak semua merk bus antar kota akan berhenti di terminal yang sama, meskipun sama-sama di kota Las Vegas.  Jadi, pastikan bahwa kamu sudah tau terimal mana yang akan jadi tempat pemberhentian akhir. Dari terminal ini, ada bis bernama RTC yang akan membawa kita ke sepanjang jalan utama tadi (The Stripe). Jangan malu untuk bertanya bis nomer berapa yang akan membawa kita tepat ke lokasi yang diinginkan. Saya juga bolak-balik nanya kok :D

Yang menarik, selain bis RTC, ada satu bis yang bernama Deuce. Juga beroperasi di sepanjang The Strip. Deuce ini sepertinya lebih ditujukan bagi pengguna jarak jauh yang ingin cepat sampai, karena hanya berhenti di halte yang terbatas. tidak seperti RTC (atau disebut bis lokal) yang berhenti di tiap halte. Tiket naik kedua bis ini sama, bisa di beli mesin-mesin yang tersedia di halte. Ada yang berupa tiket harian, dua harian dan tiga harian. Bisa di cek disini. Di hari pertama saya di Las Vegas, dengan memegang azas tidak mau rugi saya beli tiket tiga harian, karena tentu lebih ekonomis dibanding beli tiket harian berturut-turut. Setiap tiket disertai dengan tanggal masa berlakunya. Awalnya saya berpikir, naik ke bis ini kok gak ada mesin tap tiket yang selayaknya ada di bis umum negara maju ya? Bahkan supir bis nya pun tidak meminta kita untuk menunjukkan tiket kita.  Ya iya sih, di Las Vegas, rata-rata area supir bis dilindungi oleh kaca dan pintu yang nyaris kedap suara, sehingga penumpang tidak bisa bebas berinteraksi untuk sekedar bilang: stop kiri, bang. Gitu. *yakelees

Nah tiba di hari ke-empat, saya pun berpikir apakah saya harus membeli tiket baru? Tanggal yang tertera di karcis saya tentunya sudah expired sejak jam 12 malam kemarin. “Dilemma nih, ini tiket diperiksa juga kagak, ngapain gue buang-buang duit buat beli yang baru?”, pikir saya dengan gak mau rugi. Sempat terpikir juga...jangan-jangan bis ini gratis untuk turis... Namun akal sehat dan kejujuran mengalahkan segalanya. Tsaaah, sedaap. Akhirnya saya tetap menjadi pelancong yang baik dengan membeli karcis.

Saat itulah kejujuran akan membawa kita pada kebaikan. Bis yang saya tumpangi sore itu mendapat random check. Seorang petugas berseragam memeriksa tiket setiap penumpang di dalam bis tsb. Tsk tsk tsk, untung saja saya bisa menunjukkan tiket yang sah. Bayangkan kalau tidak, saya bisa bikin malu nama Indonesia…masa gara-gara tiket seharga US$6 saja saya kena denda.  Malunya itu loh. Tsk tsk tsk.

Selama di Las Vegas saya tinggal di sebuah motel yang letaknya tidak jauh dari MGM Grand. BIsa dilibilang area yang premium di Las Vegas. Motelnya bisa di cek disini www.americasbestvalueinn.com Saya amat merekomendasikan tempat ini bagi perempuan solo traveller seperti saya. Dengan harga yang kompetitif, letak sangat strategis, saya mendapatkan kamar private dengan private bathroom. Hal yang mewah yang tidak saya dapatkan sepanjang trip kemarin. Biasanya nginep di hostel, gitu loooh…yang sekamar isi 4-6 orang. Hihihi. Tapi pada dasarnya, penginapan di Las Vegas memang di setting dengan harga yang tidak terlalu tinggi. Agar pengunjung, dalam hal ini penjudi, merasa betah untuk tinggal berlama-lama di hotel tersebut. Karena pada akhirnya, semakin banyak pula uang yang mereka habiskan untuk berjudi. Well, setidaknya inilah yang saya dengar dari seorang teman. Masuk akal, sih.


Sarapan pancake di restoran depan motel

Motel tempat saya menginap

Lokasi motel yang strategis, tidak jauh dari MGM Grand


Secara garis besar, tidak ada yang terlalu istimewa di kota ini. Selain nama besar dan kemeriahan yang dijanjikan. Tapi yaah, untuk satu dua hari visit, tidak masalah. Bahkan wajib visit jika kalian memang sedang berada di dekat-dekat situ. Hanya saja, gak usah terlalu lama deh. There’s nothing to do there. Meskipun preferensi tiap orang bisa berbeda.


Jadi bagaimana, tertarik untuk datang ke Las Vegas?
Jatuh Bangun Akoh Mempersiapkanmoh


Masih sambungan kisah saya setelah mendapatkan return tickets Cathay Pacific seharga US$460 ke New York. Kali ini saya mau berbagi cerita perihal persiapan perjalanan. Jangan lupa siapkan keripik dan segelas teh atau kopi. Tulisan ini lumayan panjang *gelar tiker sambil jualan kacang rebus :p



Tidak pernah terlintas dalam benak saya untuk melakukan solo travelling dalam jangka waktu yang “lumayan” panjang. Kalau saya boleh bertanya, dua bulan jalan-jalan sendirian itu termasuk hitungan panjang gak yah? Mungkin tiap-tiap orang punya jawaban dan pandangannya masing-masing. Tapi saya berpendapat, yang mengatakan bahwa dua bulan adalah waktu yang singkat pasti pelaku travelling kelas berat. Untuk pemain kelas bulu seperti saya, dan (saya yakin) seperti kebanyakan orang lainnya, dua bulan bukanlah waktu yang singkat. Memang tidak mudah sih bagi saya, seorang perempuan yang cuman tau rute dari rumah ke kantor, membayangkan untuk ber-solo travel. Apalagi jika separuh lebih dari perjalanan dilakukan seorang diri. Tidak ada orang yang dapat diandalkan, apalagi orang yang akan selalu bersama kita selama 24 jam sehari.

Tapi mau tidak mau akhirnya saya tercebur juga dalam situasi terpaksa. Kok bisa? Awalnya saya merencanakan perjalanan ke Negara Paman Sam bersama 2 orang teman saya, Reancy dan Mas Toton. Awalnya kami bertiga, Mas Toton, Reancy dan saya membeli tiket dengan tanggal keberangkatan yang sama di bulan Oktober 2014. Mas Toton hanya menghabiskan waktu satu minggu, sedangkan Reancy dan saya akan selalu berdua dalam suka dan duka selama 1 bulan lamanya. Namun ternyata Reancy gagal mendapatkan visa USA. Tidak hanya Reancy, saya pun turut sedih menghadapi kenyataan ini. Tapi sepertinya saya egois, karena lebih bersedih oleh alasan tidak ada teman jalan, bukannya karena memikirkan perasaan Reancy (uuups, jangan sampek Reancy baca. Damai ya, Reancy? :D).

Saat itu bulan Maret 2014, perasaan takut dan khawatir menjadi sangat dominan. Apakah saya sanggup untuk jalan sendiri? Apakah saya sanggup untuk merencakan trip sendirian? Kalau nanti di jalan ada apa-apa gimana? Dan yang paling menakutkan, apakah saya yang seorang anak mama (anak mamaaaa, lho! catet!) akan diizinkan oleh emak untuk berkeliaran sejauh itu tanpa teman? Tapi gimana dong…return tickets sudah ditangan, multiple entri visa USA untuk 5 tahun sudah ditangan. All I have to do is just….GO! Ya kan ya kan? Kalau kalian jadi saya, kira-kira akan bagaimana ya?

Meskipun panik, saya mulai menyusun rencana, lalu bertanya kesana-kesini meminta saran dan pendapat. Rencana yang dapat saya pikirkan tidak lebih dari mencatat kota-kota mana saja yang ingin saya kunjungi. Seperti orang kalap, saya catat semua kota di Amerika Utara yang kedengerannya cukup beken (yeaaah, I am that shallow, hehehe). Sehingga didapatkanlah wish list kesebanyak lebih kurang 12 kota untuk perjalanan selama satu bulan nanti.

Saya disarankan oleh seorang teman untuk mengikuti backpacker trip organizer, yang rata-rata menawarkan coast-to-coast overland trip. Sebuah perjalanan menggunakan bis atau mini van, fasilitas tidur di kemah yang kita bangun dan rapikan sendiri, dengan makanan yang kita siapkan sendiri namun bahan-bahan sudah tersedia, selama rentang waktu dimulai dari 1-day trip hingga belasan-day trip bahkan ada yang lebih dari 1-month trip. Asyik banget deh! Tur singkat seperti ini baik untuk diambil jika kamu memiliki waktu yang terbatas, namun berambisi untuk melihat banyak tempat. Atau kalau kamu punya alasan lain, mencari teman, misalnya. Bisa diliat di www.greentortoise.com www.bindlestifftours.com www.trekamerica.com Jika kamu gak mau sedikit bersusah-susah, coba cek www.tours4fun.com terasa ikut paket tour beneran. Tidurnya di hotel, bahkan bisa lebih murah dibandingkan paket backpacker, dengan catatan, kamu booking untuk minimal 4 orang peserta dalam 1 kode booking.

Kembali ke laptop… Nah, berawal dari sini, mata dan pikiran saya jadi lebih terbuka. Semangat yang sempat terpelanting jatuh ke jurang gara-gara tidak yakin akan dikasi izin pergi sendirian, berhasil diraih kembali. Saat itu, rasanya tiada hari tanpa meng-kepo-in trip-trip organizer lokal negri Paman Sam. Dikemudian hari, saya memutuskan untuk mengambil 3-day canyon camping trip. Ternyata menyenangkan sekali lho, meski harganya sama sekali tidak menyenangkan, tapi sangat membantu bagi solo traveler seperti saya. Karena sepertinya, dibandingkan kalau kita ngeteng, perjalanan antar kota di Amerika itu akan lebih mudah jika kita menyewa kendaraan sendiri. Terutama jika tujuan kita adalah mengunjungi beberapa Taman National sekaligus (National Parks hopping istilah lokalnya).


Setelah sekitar 2-3 bulan melakukan riset, saya mulai mendapat gambaran mengenai geografis kota, posisi, moda transportasi dan efektivitas rute city-to-city. Laman yang paling sering saya buka untuk riset contohnya www.wikitravel.com www.tripadvisor.com www.lonelyplanet.com dan rajin-rajinlah  browsing nama kota sebagai keyword, biasanya akan muncul berton-ton informasi, baik website resmi maupun blog individual. Semakin kreatif dan semakin spesifik keyword yang dicari, semakin beragam juga informasi yang kita dapatkan. Jadi intinya, jangan malas yah untuk cari tahu. Kecuali kalau kamu tipe pejalan yang lebih menyukai kejutan, alias tidak mau tau apa-apa mengenai tempat yang akan dikunjungi hingga saatnya sampai disana. Satu lagi, kadang saya mendapatkan info-info berharga mengenai suatu area, pada saat browing penginapan. Bisa di cek di www.airbnb.com www.booking.com www.hostelworld.com www.hostelbookers.com www.expedia.com Jika kalian pengguna smartphone, bisa install aplikasi travel di hape kalian. Bejibun kok!


Setelah sadar bahwa saya adalah tipe pejalan yang santai dan tidak mau terlalu terikat dalam jadwal yang ketat, diputuskan untuk mengurangi jumlah lokasi yang akan dikunjungi. Mengapa? Alasannya simple aja sih: saya takut terlalu capek, terutama dengan kondisi cuaca yang saya datangi nanti akan cukup beragam. Mulai dari dingin, panas, gurun, hingga salju. Pada akhirnya saya bersyukur telah mengambil keputusan ini. Kalo enggak, encok bok! Dalam satu kota saya tetapkan untuk tinggal selama sekurang-kurangnya 4 malam. Tapi jangan salah, meski saya tidak mau jadwal yang terikat, setiap rencana perpindahan dari satu kota ke kota lain saya lakukan dengan detil dan rapih. Buat saya ini penting, karena tiket pesawat/bus/kereta harus dibeli jauh-jauh hari, agar bisa menekan biaya. Untuk tiket bus antar kota bisa diintip di www.megabus.com www.greyhound.com Promosi harga tiket bis antar kota juga bisa gila-gilaan, dimulai dari US$1 per seat belum termasuk pajak. Totalnya paling hanya US$2-3. Jangan khawatir, setiap lokasi keberangkatan maupun pemberhentian bus diberikan alamat dan peta yang jelas. Dari situ kita bisa menimbang-nimbang, dengan moda transportasi apakah kita harus melanjutkan perjalanan ke tujuan selanjutnya, dalam hal ini ke penginapan misalnya. Bisa dengan bus kota, subway atau taksi.

Untuk perjalanan udara, saya selalu terbang bersama maskapai www.jetblue.com Ini adalah maskapai penerbangan murah, namun sudah termasuk biaya bagasi seberat 50 pound atau sekitar 23KG. Bisa kalian cek, sebagian besar penerbangan di Amerika Utara itu tidak termasuk harga bagasi. Cekidot di www.skyscanner.com www.kayak.com Untuk bayangan saja, harga one-way ticket dari New York ke San Francisco berhasil saya dapatkan seharga US$140. Bukan harga yang paling murah sih, tapi mengingat ini adalah penerbangan langsung sejauh 5-6 jam, lumayan dong ya? Untuk tiket Las Vegas – New York saya dapatkan lebih mahal lagi, sekitar US$200. Untuk moda tranportasi kereta api antar kota, bisa di cek di www.amtrak.com Tapi, seingat saya, kekurangan Amtrak ini adalah tidak terlalu banyak pilihan yang menghubungkan kota-kota di bagian Selatan atau Utara.


Lalu apa yang terjadi dengan sisa hari-hari saya di Amerika? Saya putuskan untuk jalan sendirian saja, tanpa ikut trip organizer. Ternyata, dengan berbekal pengetahuan yang cukup, saya merasa sudah terlalu percaya diri untuk bepergian seorang diri. Namun, seiring dengan semakin besarnya percaya diri saya, semakin tidak puas dengan rencana trip untuk kurun waktu 1 bulan. Sifat kemaruk mulai muncul, selagi saya berada di benua Amerika Utara, kenapa tidak mengunjungi Amerika Selatan? Kapan lagi, men? Setelah saya pikirkan dengan matang, rasanya akan sulit untuk terbang ke Amerika Selatan dari Jakarta di lain waktu. Kesulitan yang saya pertimbangkan adalah: 1) Harga tiket dari Jakarta ke negara-negara Latin itu luar biasa mahal, cuy!  Tak terdekati. 2) Akan berat untuk memulai lagi rencana masa depan, eh salah, maksudnya rencana perjalanan 3) Belum tentu kedepannya saya akan mau ber-solo travel lagi. Karena, tidak mudah untuk mencari sparing partner yang cocok dalam segala hal, baik waktu, gaya travelling, dsb. Nah maka dari itu….mumpung kaan mumpung kaaan. Sikaaaaat! :D


Sekitar 3 bulan sebelum hari keberangkatan di bulan Oktober, secara brutal-namun-bijaksana dan tak lupa bertanggung-jawab, saya memutuskan untuk membeli tiket kepulangan yang baru. Artinya, tiket kepulangan dengan Cathay Pacific saya akan hangus. Karena jenis tiket yang tempo hari saya beli hanya berlaku untuk durasi perjalanan pulang dan pergi selama 1 bulan. Jadi sudah tidak bisa diutak-utik lagi, kecuali saya bersedia membayar sejumlah uang dalam jumlah yang cukup besar untuk menyesuaikan dengan harga normal. Intinya, saya perpanjang trip saya selama 4 minggu lagi. Sampai sejauh ini, ortu belum tau nih perihal saya gak jadi jalan 1 bulan, melainkan jalan hingga 2 bulan lamanya. Oh ow! Mati aku! Gimana cara bilangnya ya? Berbagai skenario pun mulai ditanamkan di benak sang Ibu. Dimulai dari meyakinkan dia bahwa saya akan mengunjungi teman-teman di beberapa kota, bahkan saya bisa tinggal gratis di kediaman mereka. Well, ini gak bohong kok. Hihihi.  Akhirnya ortu pun tidak memberikan komentar apa-apa lagi. Alias izin sudah ditangan. Syukurlah, saya tidak akan tenang jika ortu tidak mengijinkan. Ihiy, anak mama ini sudah bisa dipercaya rupanya. Pun bijaksana ahahahhahahay :p


Jadi ingat suatu ketika dimana saya menghadiri sebuah travel talk show, seorang pembicara perempuan berpostur tinggi kurus mengatakan:

Cobalah sesekali kamu travelling dalam waktu yang lama, entah sendirian atau bersama teman, setidaknya selama sebulan. Saya sudah melakukan travelling selama satu bulan bersama keempat teman saya, dan saya temukan sesuatu yang baru yang tidak pernah saya dapatkan sebelumnya”.  


Pikiran saya saat itu: ya kaaaliiiii deh gue jalan selama itu, kayak gak ada kerjaan aja??? But now I made it, probably once in a lifetime experience, and absolutely no regret J