Kenangan Di Singapore Gak Sekadar Belanja Doang
Layaknya
orang-orang kebanyakan, di bulan Maret 2014, saya dan tiga orang teman kantor berangkat
ke Singapore atas modal dengkul. Lebih tepatnya sih, salah seorang teman itu, sebut saja Marie Jane, mendapat
rejeki nomplok dan ingin berbagi dengan teman-temannya. Dia menanggung ongkos tiket
pesawat untuk pulang dan pergi serta menyediakan penginapan selama kami disana.
Penginapan itu sendiri sebenarnya berupa apartmen di daerah Bukit Timah yang
jarang dihuni oleh pemiliknya. Gratis memang, karena dimiliki oleh sahabat
Marie Jane dari lingkaran pergaulan yang lain. Dari lokasinya, sudah jelas
bahwa ini adalah apartmen mewah di lokasi premium dengan tiga kamar tidur dan
tiga kamar mandi. Ditambah lagi, bos di kantor memberikan suntikan dana untuk
urusan jajan-jajan selama empat hari. Kurang apa lagi coba? Berasa menang kuis
ya…bedanya pajak hadiah tidak ditanggung oleh pemenang. Hehehe.
Siang
bolong di hari Kamis, tanpa cuti ,kami langsung cusss kabur dari kantor untuk
ke bandara Soekarno-Hatta. Padahal keberangkatannya masih cukup lama, sekitar
waktu Magrib lah. Wah iniiii, dasar kelakuan
anak-anak bandel.
Siap-siap di bandara Soetta |
Kami
pergi berenam, sebagai tambahan ada dua anak kuliahan yang masih terhitung
keponakan dari Rose (nama asli dirahasiakan). Kedua keponakan itu baru pertama
kalinya ke luar negri. Jadi seharusnya ini pengalaman yang sangat menarik untuk
mereka. Dari awal perjumpaan di bandara Soekarno Hatta, keduanya terlihat jelas
adalah anak manja yang sulit jauh dari orang tua. Yah, sebenarnya ada satu yang
manjanya keterlaluan sih. Tapi bukan
manjanya yang mengganggu, melainkan betapa gerak-geriknya begitu slow motion. Sebut dia si Manja dan yang
satu lagi kita sebut si Mending(an).
Singkat
cerita, kami berenam mendarat dengan selamat di Singapore. Bagaikan rejeki yang
sudah diatur sedemikian rupa, Mr. Big, seorang kawan baik dari Marie Jane
sedang menginap di Marina Bay Sand (MBS). Salah satu penginapan yang sedang
happening saat itu. Kami yang tidak lebih dari anak-anak norak dan aji mumpung,
tanpa buang-buang waktu langsung meluncur ke MBS. Kapan lagi bisa lihat-lihat
jeroan dan layout MBS tanpa perlu membayar sewa kamar yang terkenal mahal itu?
Mr. Big bersedia untuk mengantar kami berkeliling seputar MBS, bahkan dia
berkata akan menghabiskan malam dengan berjudi semalam suntuk di casino. Wah
kebetulan ini, karena penasaran dengan suasana casino, kami pun meminta Mr. Big
untuk mengizinkan kami mengekorinya bagai anak bebek. Suasana di dalam casino
ternyata berbeda dari bayangan. Awalnya kami berpikir bahwa akan banyak wanita
mengenakan long dress yang akan
berjalan anggun dan bermain lihai dengan beragam mesin-mesin judi. Namun
kenyataannya, casino ini sudah jauh lebih modern dibandingkan yang terlihat di
film-film James Bond. Menurut saya, lebih mirip dengan Fun World atau Timezone. Itu tuh tempat permainan anak-anak. Hahaha. Sayangnya,
pengambilan foto diharamkan disini. Merasa sudah cukup terpenuhi rasa
penasarannya, kami pun memutuskan untuk menyudahi lawatan ke casino, tentu
tanpa ikut-ikutan main yah. :p
Tetep mejeng |
Dari kamar MBS seharga USD700. Padahal, kamarnya biasa banget (untuk harga segitu). |
Selfi Sukaesih |
Mau dimana pun, teteup belenjong |
Esok
paginya kami semua, terkecuali Rizka yang sudah berencana untuk ke Kebun Binatang
sendirian, bersiap-siap untuk pergi menjelajah area pertokoan terkenal di
Sinjapoo. It’s time to shop till you drop! Yippiee! *yeaaarite…kayak punya duit
aja! LOL. Semua kecuali Rose, sudah selesai mandi dan sedang mematut diri di
cermin. Tiba-tiba Rose berteriak dari dalam kamar mandi, “guys, kok WC nya gak
bisa di flush?” Ia menggunakan kamar mandi yang berada di dalam kamar si
empunya rumah, bukan di kamar mandi yang sehari-hari kami pakai. Masih tidak
ada yang menggubris hingga ia berteriak untuk yang kedua kalinya: ”teman-teman
ini WC-nya kenapa yaaaa…kok air
selokannya naik terus ke lantai?” suaranya mulai merengek. Teriakannya kali ini
mulai mendapat perhatian dari Marie Jane yang sigap menyusul ke TKP. Marie Jane
pun terkaget-kaget, “Whoaaaaa, Oh My God Rose, what’s going on?” ungkapnya yang
lebih fasih berbahasa Inggris dibandingkan bahasa Indonesia.
Kehebohan
dimulai.
Saya
mulai ikut-ikutan mengintip kegaduhan di dalam WC tersebut. Terlihat Rose sedang
berusaha menggiring air ke lubang drainase, tapi tidak berhasil. Air justru
menguap naik dari situ. Terlintas ide untuk memanggil satpam dan bertanya
dimana tukang pipa bisa didapatkan? Namun idenya serasa lucu menurut Marie
Jane, ia bilang kalau orang-orang di Singapore tidak terlalu mau
tolong-menolong untuk hal semacam itu. Duh. . .makin bingung nih, karena
pemilik rumah adalah sejatinya seorang yang amat resik dan higienis. Agak
mencemaskan karena yang bermasalah adalah kamar mandi pribadi di kamarnya.
Waduh, mati deh kita! Udah numpang bikin masalah pula!
Di
sela kegaduhan itu, Rose mulai curhat bahwa yang ia lakukan hanyalah menyiram
WC seusai menunaikan hajat alamiahnya. Hajat besar, FYI aja sih. Ia melanjutkan bahwa semakin ia menyiram, semakin banyak
air yang naik dari lubang drainase. Intinya dia tidak bersalah, itulah yang
ingin ia sampaikan. Baiklah, dua orang penonton yang melongo dari pintu kamar
mandi mengangguk-angguk setuju dan segera mengambil sesuatu untuk dijadikan
alat bantu. Dimulai dari mengambil kain pel, ember, gayung dan apapun yang
kira-kira bisa membuat kamar mandi bisa terlihat kembali seperti sedia kala.
Rose mulai mengambil air yang tergenang di lantai lalu menampungnya di ember.
Begitupula dengan Marie Jane. Mau tidak mau, saya yang menggotong ember
tersebut dan membuangnya di kamar mandi yang lain. Dengan segala keringat dan
upaya, lantai kamar mandi mulai terlihat kering. Saya pun mulai mengepel
apartmen. Disaat yang sama, Marie Jane mencuci tangannya di wastafel….apa yang
terjadi…taraaaaa, air kembali mengucur dari drainase. Oh em ji! Kerjaan dimulai
lagi. Sambil tertawa-tawa kami mulai dari awal. Rose mulai merasa bahwa ini
adalah hukuman karena meninggalkan anak batitanya di Jakarta. “Maafin mama ya,
nak”, kata Rose hampir menangis. Breeeeeet. . . . sesaat setelah ia berkata demikian, celana pendek yang sedang dikenakan Rose pun robek. Marie Jane dan saya berpandang-pandangan dan
malah ingin tertawa. Wakakakkakaka. Ini lucu banget! It's just not your day, Rose.
Nah,
lantai sudah benar-benar kering. Tapi gak bisa senang dulu…kerjaan utama belum
selesai…bagaimana caranya membuang hajat besar dari WC? Karena memang, ITUnya
masih disitu. Dengan berat hari Rose menguatkan tekad untuk menciduk ITU
dengan gayung, langsung dari mangkuk WCnya. Baiklah, nampaknya ini sudah
terlalu detil dan menjijikan ya? : ))) maapkeun.
Antara
mau terpingkal-pingkal, mau ngomel-ngomel, dan ingin menangis dengan kenyataan
ini, bercampur baur di kepala kami masing-masing. Wah benar-benar beruntung si
Rizka. Sebelum kejadian ini, dia sudah menyelamatkan diri pergi ke Kebun
Binatang. Dimanakan si Manja dan si Mending? Tentu mereka duduk-duduk santai
di kamar tidur.
Selepas
‘kegiatan’ ekstra tadi, kami semua merasa kelegaan yang teramat sangat. Bagaikan
hajat yang lepas dari tubuh setelah tertahan sekian waktu lamanya. Apartmen ini
memang tergolong mewah, hanya saja sudah cukup tua. Mungkin dia lelah. Pukul 11
siang waktu setempat, kami berlima baru bisa keluar apartmen untuk
berjalan-jalan keliling Negri Singa. Fiuuuh, akhirnyaa. It’s just another
jamban day for us, especially for me Sang Putri Jamban : )))
Kelar
dari satu urusan, rupanya tidak serta merta membawa kesenangan total di
hari-hari berikutnya. Si Manja pergi kemanapun dengan high heels tanpa berpikir kemungkinan cepat lelah dan pegal-pegal. Hasilnya,
ia sama sekali tidak bisa gesit mengikuti kecepatan jalan kami yang bagaikan
selalu haus ingin mengobrak-abrik toko dengan banner sale 80%. Cara
berjalannya…..putri Solo saja kalah! Seorang tipe cewek yang akan rapuh
berkeping-keping jika tertiup angin. Hahahaha. Jadi bisa ngebayangin gak kalau dia menghilang sendirian di
negri orang? Yap, itu memang sempat terjadi. Suatu sore ia sempat menghilang di
sekitar Gardens By The Bay. Handpohone tidak bisa dihubungi, suasana sudah
gelap, plus gayanya yang terlihat malu-malu dan tidak tegas ketika pernah suatu
waktu didekati pria asing, membuat Rose selaku tante menjadi panik. Setelah
sekian lama dicari-cari dan tidak ketemu, akhirnya ia kembali dan hanya
cengengesan sambil berkata: “tadi aku cuman dari situ kok”. FINE! BYE! PITES NIH! Gak akan ada lagi cerita jalan-jalan
bareng ama si Manja ini! Bahahhahaha, begitu mungkin yang ada di kepala Rose.
Hari-hari
kedepannya kami lalui dengan ceria, kami dibawa oleh Marie Jane ke lokasi
jajanan-jananan murah dan halal. Marie Jane memang rutin mengunjungi Singapore,
karena mayoritas keluarganya berdomilisi disana, oleh karena itu ia cukup paham
seluk beluk kota . . . eh negara tersebut. Berikut beberapa makanan halal di
Singapore yang sempat kami jajal:
- Puncak Restaurant, Far East Plaza, level 5.
- Qiji, misalnya di Tampines.
- Kiliney Kopitiam.
- Kampong Glam Restaurant, Arab Street, mungkin selain itu banyak restaurant halal disini.
- IKEA Food Court, cari antrian yang halal. Yang pasti meat ball dan chicken wings nya halal. Bahkan sendok dan piring dibedakan.
- Old Changkee Restaurant.
- Nandos (sebenarnya makanannya halal, tapi karena mereka menjual minuman beralkohol, maka tidak mendapatkan sertifikat halal).
Saat
kepulangan pun tiba, sesaat sebelum meninggalkan apartmen kami sempatkan
berpose di depan pintu masuk lobby. Salah satunya adalah berfoto sambil duduk
di hiasan taman, hingga semua menyadari ada bau-bauan yang tidak bersahabat
pada indra penciuman kami. Satu per satu mulai mengecek kemungkinan menginjak
kotoran binatang di sepatunya. Saya, Marie Jane, Rizka, Si Manja dan Si Mending
. . . . semua aman. Hingga semua menoleh ke orang terakhir . . . . . . . . . Roseeeeeeeeee!!!!!!!
Sesi Photo di depan apartment |