Minggu, 17 Mei 2015

Kenangan Di Singapore Gak Sekadar Belanja Doang


Layaknya orang-orang kebanyakan, di bulan Maret 2014, saya dan tiga orang teman kantor berangkat ke Singapore atas modal dengkul. Lebih tepatnya sih, salah seorang teman itu, sebut saja Marie Jane, mendapat rejeki nomplok dan ingin berbagi dengan teman-temannya. Dia menanggung ongkos tiket pesawat untuk pulang dan pergi serta menyediakan penginapan selama kami disana. Penginapan itu sendiri sebenarnya berupa apartmen di daerah Bukit Timah yang jarang dihuni oleh pemiliknya. Gratis memang, karena dimiliki oleh sahabat Marie Jane dari lingkaran pergaulan yang lain. Dari lokasinya, sudah jelas bahwa ini adalah apartmen mewah di lokasi premium dengan tiga kamar tidur dan tiga kamar mandi. Ditambah lagi, bos di kantor memberikan suntikan dana untuk urusan jajan-jajan selama empat hari. Kurang apa lagi coba? Berasa menang kuis ya…bedanya pajak hadiah tidak ditanggung oleh pemenang. Hehehe.

Siang bolong di hari Kamis, tanpa cuti ,kami langsung cusss kabur dari kantor untuk ke bandara Soekarno-Hatta. Padahal keberangkatannya masih cukup lama, sekitar waktu Magrib lah. Wah iniiii, dasar kelakuan anak-anak bandel.

Siap-siap di bandara Soetta


Kami pergi berenam, sebagai tambahan ada dua anak kuliahan yang masih terhitung keponakan dari Rose (nama asli dirahasiakan). Kedua keponakan itu baru pertama kalinya ke luar negri. Jadi seharusnya ini pengalaman yang sangat menarik untuk mereka. Dari awal perjumpaan di bandara Soekarno Hatta, keduanya terlihat jelas adalah anak manja yang sulit jauh dari orang tua. Yah, sebenarnya ada satu yang manjanya keterlaluan sih. Tapi bukan manjanya yang mengganggu, melainkan betapa gerak-geriknya begitu slow motion. Sebut dia si Manja dan yang satu lagi kita sebut si Mending(an).

Singkat cerita, kami berenam mendarat dengan selamat di Singapore. Bagaikan rejeki yang sudah diatur sedemikian rupa, Mr. Big, seorang kawan baik dari Marie Jane sedang menginap di Marina Bay Sand (MBS). Salah satu penginapan yang sedang happening saat itu. Kami yang tidak lebih dari anak-anak norak dan aji mumpung, tanpa buang-buang waktu langsung meluncur ke MBS. Kapan lagi bisa lihat-lihat jeroan dan layout MBS tanpa perlu membayar sewa kamar yang terkenal mahal itu? Mr. Big bersedia untuk mengantar kami berkeliling seputar MBS, bahkan dia berkata akan menghabiskan malam dengan berjudi semalam suntuk di casino. Wah kebetulan ini, karena penasaran dengan suasana casino, kami pun meminta Mr. Big untuk mengizinkan kami mengekorinya bagai anak bebek. Suasana di dalam casino ternyata berbeda dari bayangan. Awalnya kami berpikir bahwa akan banyak wanita mengenakan long dress yang akan berjalan anggun dan bermain lihai dengan beragam mesin-mesin judi. Namun kenyataannya, casino ini sudah jauh lebih modern dibandingkan yang terlihat di film-film James Bond. Menurut saya, lebih mirip dengan Fun World atau Timezone. Itu tuh tempat permainan anak-anak. Hahaha. Sayangnya, pengambilan foto diharamkan disini. Merasa sudah cukup terpenuhi rasa penasarannya, kami pun memutuskan untuk menyudahi lawatan ke casino, tentu tanpa ikut-ikutan main yah. :p

Tetep mejeng


Dari kamar MBS seharga USD700. Padahal, kamarnya biasa banget (untuk harga segitu).

Selfi Sukaesih

Mau dimana pun, teteup belenjong


Esok paginya kami semua, terkecuali Rizka yang sudah berencana untuk ke Kebun Binatang sendirian, bersiap-siap untuk pergi menjelajah area pertokoan terkenal di Sinjapoo. It’s time to shop till you drop! Yippiee! *yeaaarite…kayak punya duit aja! LOL. Semua kecuali Rose, sudah selesai mandi dan sedang mematut diri di cermin. Tiba-tiba Rose berteriak dari dalam kamar mandi, “guys, kok WC nya gak bisa di flush?” Ia menggunakan kamar mandi yang berada di dalam kamar si empunya rumah, bukan di kamar mandi yang sehari-hari kami pakai. Masih tidak ada yang menggubris hingga ia berteriak untuk yang kedua kalinya: ”teman-teman ini WC-nya kenapa yaaaa…kok air selokannya naik terus ke lantai?” suaranya mulai merengek. Teriakannya kali ini mulai mendapat perhatian dari Marie Jane yang sigap menyusul ke TKP. Marie Jane pun terkaget-kaget, “Whoaaaaa, Oh My God Rose, what’s going on?” ungkapnya yang lebih fasih berbahasa Inggris dibandingkan bahasa Indonesia.

Kehebohan dimulai.

Saya mulai ikut-ikutan mengintip kegaduhan di dalam WC tersebut. Terlihat Rose sedang berusaha menggiring air ke lubang drainase, tapi tidak berhasil. Air justru menguap naik dari situ. Terlintas ide untuk memanggil satpam dan bertanya dimana tukang pipa bisa didapatkan? Namun idenya serasa lucu menurut Marie Jane, ia bilang kalau orang-orang di Singapore tidak terlalu mau tolong-menolong untuk hal semacam itu. Duh. . .makin bingung nih, karena pemilik rumah adalah sejatinya seorang yang amat resik dan higienis. Agak mencemaskan karena yang bermasalah adalah kamar mandi pribadi di kamarnya. Waduh, mati deh kita! Udah numpang bikin masalah pula!

Di sela kegaduhan itu, Rose mulai curhat bahwa yang ia lakukan hanyalah menyiram WC seusai menunaikan hajat alamiahnya. Hajat besar, FYI aja sih. Ia melanjutkan bahwa semakin ia menyiram, semakin banyak air yang naik dari lubang drainase. Intinya dia tidak bersalah, itulah yang ingin ia sampaikan. Baiklah, dua orang penonton yang melongo dari pintu kamar mandi mengangguk-angguk setuju dan segera mengambil sesuatu untuk dijadikan alat bantu. Dimulai dari mengambil kain pel, ember, gayung dan apapun yang kira-kira bisa membuat kamar mandi bisa terlihat kembali seperti sedia kala. Rose mulai mengambil air yang tergenang di lantai lalu menampungnya di ember. Begitupula dengan Marie Jane. Mau tidak mau, saya yang menggotong ember tersebut dan membuangnya di kamar mandi yang lain. Dengan segala keringat dan upaya, lantai kamar mandi mulai terlihat kering. Saya pun mulai mengepel apartmen. Disaat yang sama, Marie Jane mencuci tangannya di wastafel….apa yang terjadi…taraaaaa, air kembali mengucur dari drainase. Oh em ji! Kerjaan dimulai lagi. Sambil tertawa-tawa kami mulai dari awal. Rose mulai merasa bahwa ini adalah hukuman karena meninggalkan anak batitanya di Jakarta. “Maafin mama ya, nak”, kata Rose hampir menangis. Breeeeeet. . . . sesaat setelah ia berkata demikian, celana pendek yang sedang dikenakan Rose pun robek. Marie Jane dan saya berpandang-pandangan dan malah ingin tertawa. Wakakakkakaka. Ini lucu banget! It's just not your day, Rose.

Nah, lantai sudah benar-benar kering. Tapi gak bisa senang dulu…kerjaan utama belum selesai…bagaimana caranya membuang hajat besar dari WC? Karena memang, ITUnya masih disitu. Dengan berat hari Rose menguatkan tekad untuk menciduk ITU dengan gayung, langsung dari mangkuk WCnya. Baiklah, nampaknya ini sudah terlalu detil dan menjijikan ya? : ))) maapkeun.

Antara mau terpingkal-pingkal, mau ngomel-ngomel, dan ingin menangis dengan kenyataan ini, bercampur baur di kepala kami masing-masing. Wah benar-benar beruntung si Rizka. Sebelum kejadian ini, dia sudah menyelamatkan diri pergi ke Kebun Binatang. Dimanakan si Manja dan si Mending? Tentu mereka duduk-duduk santai di kamar tidur.

Selepas ‘kegiatan’ ekstra tadi, kami semua merasa kelegaan yang teramat sangat. Bagaikan hajat yang lepas dari tubuh setelah tertahan sekian waktu lamanya. Apartmen ini memang tergolong mewah, hanya saja sudah cukup tua. Mungkin dia lelah. Pukul 11 siang waktu setempat, kami berlima baru bisa keluar apartmen untuk berjalan-jalan keliling Negri Singa. Fiuuuh, akhirnyaa. It’s just another jamban day for us, especially for me Sang Putri Jamban : )))

Kelar dari satu urusan, rupanya tidak serta merta membawa kesenangan total di hari-hari berikutnya. Si Manja pergi kemanapun dengan high heels tanpa berpikir kemungkinan cepat lelah dan pegal-pegal. Hasilnya, ia sama sekali tidak bisa gesit mengikuti kecepatan jalan kami yang bagaikan selalu haus ingin mengobrak-abrik toko dengan banner sale 80%. Cara berjalannya…..putri Solo saja kalah! Seorang tipe cewek yang akan rapuh berkeping-keping jika tertiup angin. Hahahaha. Jadi bisa ngebayangin gak kalau dia menghilang sendirian di negri orang? Yap, itu memang sempat terjadi. Suatu sore ia sempat menghilang di sekitar Gardens By The Bay. Handpohone tidak bisa dihubungi, suasana sudah gelap, plus gayanya yang terlihat malu-malu dan tidak tegas ketika pernah suatu waktu didekati pria asing, membuat Rose selaku tante menjadi panik. Setelah sekian lama dicari-cari dan tidak ketemu, akhirnya ia kembali dan hanya cengengesan sambil berkata: “tadi aku cuman dari situ kok”.  FINE!   BYE!  PITES NIH! Gak akan ada lagi cerita jalan-jalan bareng ama si Manja ini! Bahahhahaha, begitu mungkin yang ada di kepala Rose.

Hari-hari kedepannya kami lalui dengan ceria, kami dibawa oleh Marie Jane ke lokasi jajanan-jananan murah dan halal. Marie Jane memang rutin mengunjungi Singapore, karena mayoritas keluarganya berdomilisi disana, oleh karena itu ia cukup paham seluk beluk kota . . . eh negara tersebut. Berikut beberapa makanan halal di Singapore yang sempat kami jajal:


  1.  Puncak Restaurant, Far East Plaza, level 5.
  2. Qiji, misalnya di Tampines.
  3. Kiliney Kopitiam.
  4. Kampong Glam Restaurant, Arab Street, mungkin selain itu banyak restaurant halal disini.
  5. IKEA Food Court, cari antrian yang halal. Yang pasti meat ball dan chicken wings nya halal. Bahkan sendok dan piring dibedakan.
  6. Old Changkee Restaurant.
  7. Nandos (sebenarnya makanannya halal, tapi karena mereka menjual minuman beralkohol, maka tidak mendapatkan sertifikat halal).

Suasana Kampong Arab



Saat kepulangan pun tiba, sesaat sebelum meninggalkan apartmen kami sempatkan berpose di depan pintu masuk lobby. Salah satunya adalah berfoto sambil duduk di hiasan taman, hingga semua menyadari ada bau-bauan yang tidak bersahabat pada indra penciuman kami. Satu per satu mulai mengecek kemungkinan menginjak kotoran binatang di sepatunya. Saya, Marie Jane, Rizka, Si Manja dan Si Mending . . . . semua aman. Hingga semua menoleh ke orang terakhir . . . . . . . . . Roseeeeeeeeee!!!!!!!

Sesi Photo di depan apartment

Tidak ada komentar:

Posting Komentar