Di balik
Perjalanan Panjang Lintas Benua dan Samudra, Di awali dari Cerita Ini
“Travel alert! Maskapai Cathay Pacific (CX) tujuan
New York hanya US$460 return untuk periode Oktober hingga November 2014!”.
Isi
pesan di bbm group dari si mas Toton tersebut sontak menyedot perhatian saya, yang
pagi itu masih malas-malasan di kasur menjadi terbelalak – meski mata saya
tergolong minimalis – selebar-lebarnya. Seketika group chat yang beranggotakan
para penggemar jalan-jalan itu menjadi ramai dengan diskusi singkat dan
kebut-kebutan. Hari itu adalah Jumat minggu ke-tiga di bulan Januari 2014.
Teman
yang memberikan info ternyata sudah lebih dulu membeli tiket ke New York di malam
sebelumnya, tidak lama setelah ia mendapatkan info dari group Backpacker Dunia.
Kontan saya dan satu orang teman bernama Reancy, tanpa pikir panjang langsung
masuk ke dalam website Cathay Pacific untuk melakukan proses booking. Jika
bookingan berhasil, perjalanan ini akan menjadi kali pertama saya ke negara adidaya
tersebut. Artinya, saya harus siap jika tiket yang saya beli nanti hangus
apabila aplikasi visa Amerika saya ditolak. Minimal saya akan kehilangan
beberapa ratus dollar deh sebagai
potongan biaya administrasi dari pihak maskapai jika kelak visa tidak tembus.
Tidak
mau tanggung, Reancy dan saya langsung memilih tanggal keberangkatan di bulan
Oktober, dengan rentang waktu kepulangan maksimal yang diizinkan untuk jenis
tiket kelas ekomoni promo. Maksudnya, tanggal pergi dan pulang tidak boleh
lebih dari satu bulan. Hohoho satu bulan
untuk dihabiskan di Negara Paman Sam. Ya, saya berpikir untuk mengambil unpaid
leave selama satu bulan. “Masih ada sembilan bulan lagi untuk persiapan”, pikir
saya pagi itu.
Usaha
pertama untuk issue tiket mengalami kegagalan teknis. Lalu sambil berusaha
untuk tetap tenang (atau pura-pura tenang sambil harap-harap cemas), saya pun
langsung mencoba untuk yang kedua kalinya. Kali ini tiket berhasil di issued
dan nomer kode booking yang dinanti pun menari-nari di layar handphone. Selama
beberapa saat saya hanya bisa termenung memandangi layar smartphone Korea berlayar lebar tersebut . Hati
dan pikiran ini dipenuhi dengan rasa tidak percaya dan rasa tidak nyata. Ini
murni khayalan, kan?! Soalnya, percaya atau tidak, pada hari Senin di minggu
yang sama, saya sempat bilang ke teman: “gue dooong lagi browsing tiket ke New
York” (dan Afrika Selatan…dan Negara Scandinavia…dan lain sebagainya) tanpa ada
niat atau dorongan yang kuat untuk benar-benar ngetrip dalam waktu dekat. Jadi, hanya murni browsing-browsing
sambil ngayal babu di waktu luang. Namun,
mana mungkin sih terbit keisengan
untuk cari tau harga tiket pesawat jika hati kecil tidak sejalan?
Setelah
semua confirmed, dan sudah merasa lebih yakin dibanding sebelumnya, buru-buru
saya mengabari seorang teman yang kala itu sedang bermukim di sebuah kota yang
hanya berjarak empat jam perjalan darat dari New York. Rupanya ia juga tidak
percaya jika saya tidak mengirimkan bukti berupa print screen tiket. Gak heran sih, saya saja masih agak tidak percaya kok dengan keberuntungan ini.
Penuh
dengan tanda tanya, apa gerangan yang membuat tiket ke kota dengan perbedaan
waktu 12 jam dengan Jakarta bisa semurah itu? Apakah ada kesalahan dari pihak
maskapai ataukah ada hacker yang berusaha mengambil keuntungan? Dengan tingkat
ke-kepo-an yang sangat tinggi dan
dada yang masih berdebar-debar, sekitar 30 menit kemudian saya mencoba kembali masuk
ke website. Ya Tuhan, harga tiket sudah kembali pada kisaran normal untuk low
season, yaitu sekitar US$1300 untuk return ticket. Rasa lega, lemas yang
berlebihan mendadak datang. Seandainya tadi disertai pemikiran dan pertimbangan
yang terlalu lama, saya akan kehilangan kesempatan yang mungkin gak akan
terulang dalam 1000 tahun ke depan!
Usut
punya usut, ternyata harga tiket yang error adalah kesalahan pihak Cathay
Pacific yang salah memasukkan harga. Harga pokok yang mungkin seharusnya
US$1100 hanya diinput US$110. Maka setelah ditambah dengan pajak, total biaya yang
tertera hanya US$460. Akibat kurang satu angka nol, lho…cateeeeet!
Well, kalau dipikir secara logika, saya merasa ini suatu kebetulan yang agak bertubi-tubi sih. Tidak sampai sebulan sebelumnya, saya memanjatkan doa kepada Tuhan di tanah suci agar dibukakan pintu kesempatan untuk lebih banyak melihat dunia. Ternyata Tuhan menjawabnya dengan cara yang tidak pernah diduga sebelumnya. Dia mengatur, melalui
tangan seseorang yang telah salah menginput harga, untuk mengantar saya sampai
ke New York. Suatu kota yang secara lebay saya katakan berada dibalik bumi Indonesia. Bayangin deh! Ini rejeki nomplok, takdir anak sholeh :p Nah, sekarang saatnya bilang: Alhamdulillah.
Jumat
pagi itu menjadi titik awal dalam kisah saya dalam sembilan bulan ke depan. Dimana
sedikit demi sedikit terkuak banyak hal yang tidak pernah terbayangkan
sebelumnya. Mengenai pengetahuan, keberanian dan keputusan untuk melakukan
sesuatu yang berbeda. Ehem, secara tidak langsung cuman mau bilang kalo saya anak yang agak pemberani = ))))
Jadi, secara singkat inilah latar belakang yang menjadi pemicu saya dalam memulai perjalanan sejauh ribuan miles untuk melihat dunia luar. Cerita berikutnya segera datang.
Foto2 nya dong ah
BalasHapusKalau disini belum ada foto dong ah.
HapusNtaaar edisi selanjutnya bakalan tumpaaaah =)))
Sampe tumpe tumpeee
BalasHapusCapek baca blog nya. Gak ada yg menarik selain ocehan si burung beo. Pasang poto dong.. meskipun poto tiket doang. Biar gak dikira hoax juga sih. Wuahahaha. *kabuuurrr*
BalasHapusAmpaaaassss....gak boleh bikin spam disini :)))))
HapusBangke. *lemparin bakpao*
HapusArrrrrrgh KZL gue jadi beliiiiiiiii gara2 masih mikirin kuli-ah 😔
BalasHapus