Jam 4 pagi kami sudah duduk manis di dalam bis yang akan
mengantar ke Kawah Kelimutu, kawah yang entah mengapa sering disebut sebagai
Danau Kelimutu. Meskipun sambil tidur-tidur ayam, terasa sekali jalanan
menanjak dan berliku-liku. Yaah, seperti naik ke pegunungan pada umumnya lah. Tapi
ini Kelimutu, meeeen!!! Dalam bayangan gue, kita harus trekking untuk mencapai
puncak Kelimutu, nyatanya…semen yang rapi dengan kombinasi batu-batu halus
menyambut kita semenjak turun di area parkir. Dari area parkir tadi, kita harus
jalan sekitar 1,5 – 2 KM (cuman kira-kira ya, soalnya gue gak pasang aplikasi
Endomondo untuk ngukur jarak, hihihi) yang terdiri dari kombinasi jalanan rata
dan juga anak tangga yang tidak terjal. Bagi yang tidak terbiasa, pasti bakal
lumayan kehabisan nafas, lho. Kelimutu memang sudah menjadi objek wisata yang
mendunia, mudah-mudahan keasrian dan keindahannya bisa tetap terjaga.
Jalur menuju puncak kawah kelimutu |
Berfoto di view point |
Teteup, foto-foto |
Cahaya matahari pun mulai berpendar, lumayan untuk menerangi
jalan kami sampai kawah. Penunjuk arah juga tersedia disini. Jadi kemungkinan
besar tidak akan nyasar, kok. Jika pada awalnya kita dikelilingi oleh
pepohonan, sesampainya di atas kita akan
menemukan suatu area terbuka yang cukup luas. Kawah pertama yang berada di sisi
kanan jalan seakan terlupakan, kaki ini terus menuju ke puncak sana (padahal
emang ngikutin temen-temen yang lain aja, sih). Di puncak, terdapat view point
dimana kita bisa melihat ketiga kawah dengan jelas. Namun, dikarenakan posisi
yang saling membelakangi, kita tidak bisa mengambil foto ketiganya dalam 1
bingkai. Kecuali kalau kamera kalian dilengkapi dengan fitur panorama.
Konon, ketiga kawah ini memiliki warna yang berbeda, tapi
kini, dua kawah berwana toska dan 1 berwarna hitam. Semuanya terlihat keren!
Begitu matahari agak mulai naik, warna kawahnya pun menjadi semakin terang.
Cantik sekali. Jadi, buat yang mau kesini, ada 2 pilihan waktu: pada saat
sunrise atau sun-up.
Meskipun Kelimutu adalah objek wisata alami, tapi dijamin
kita akan amat sibuk. Lho, sibuk apa?? Ya sibuk foto-foto, foto-foto, foto-foto
dan foto-foto. Iyaaa, foto-foto adalah hal paling banyak yang harus kita
lakukan disini. Jangan lupa bawa tripod yah! Ngomong-ngomong, kita dilarang
untuk berdiri terlalu dekat dengan pagar pembatas kawah, katanya, ada wisatawan
yang bandel dan terpeleset hingga terjun bebas ke dalam kawah.
Kami kembali ke penginapan untuk mandi, sarapan dan
bersiap-siap menuju Riung. Riung ini jauuuuh sekali, saudara-saudara. Letaknya
di sebelah utara pulau Flores. Riung yang terkenal akan Taman Lautnya, lebih
dikenal sebagai Riung 17 Pulau. Disebut begitu karena terdapat total 17 pulau
yang ngeriung berdekatan.
Panjang sekali perjalanan ke Riung. Lembah, bukit, hutan,
jalanan berliku, menanjak, menurun, jurang dan tebing harus kami lalui. Pulau
Flores dikenal juga (atau bernama asli) Nusa Nipa, yang artinya: Pulau Ular. Mungkin
dinamakan begitu karena jalanannya yang berkelok-kelok atau karena banyak ular?
Wah, gue gak tau juga deh. Yang gue tau pasti hanyalah: agak sulit menemukan
jalanan lurus dengan jarak lebih dari 10 meter (OK, mungkin sedikit lebay). Bicara
mengenai vegetasi, tidak ada yang
berbeda dengan tumbuh-tumbuhan di pulau Jawa.
OTW ke Riung 17 Pulau, dihabiskan dengan menonton DVD dan menikmati pemandangan |
Masih OTW Riung |
Perjalanan yang dimulai sekitar jam 10 pagi, akhirnya
berakhir di malam hari. Di perjalanan kami sempat mampir di rumah pengasingan
Bung Karno (BK) di Ende dan juga pantai Nagapanda. Rumah yang sederhana itu terletak
di kota dan sedang dalam pemugaran. Jadi hanya bisa kami lihat dari sisi luar. Sedangkan yang
unik dari pantai Nagapanda adalah bebatuannya yang berwana biru. Bayangkan,
batu-batu berwana biru bertebaran bebas di sepanjang pantai. Batu-batu dengan
bentuk bulat dan lonjong tersebut akan terdampar ke pantai di bulan-bulan
tertentu, lalu habis dipunguti dan dijual oleh masyarakat sekitar. Namun,
seakan tak pernah habis, ia pun akan datang kembali. Kalo tidak salah, bebatuan
akan datang 2 kali dalam setahun. Ada teman yang tergoda untuk membawa pulang
batu unik tersebut, tapi gue memilih tidak!! Bukan apa-apa sih, tas gue udah
berat cuy. Masih inget kan gue bawa carrier 60L? :p
Mampir ke pantai Nagapanda, saat menuju ke Riung |
NB: Foto-foto merupakan koleksi dari rekan-rekan seperjalanan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar