Kamis, 05 Desember 2013

Hari ke-4: Bajawa – Ruteng – Labuan Bajo, 14 Nov 2012



Pukul 3 pagi, kami sudah bersiap-siap. Dari beberapa orang yang awalnya bersedia ikut, kini hanya tersisa menjadi 4 orang saja yaitu Arta, Bram, Cheddy dan gue sendiri. Lama menanti di teras penginapan, ojek yang dipesan sejak malam tak kunjung datang. Sebagian mulai gelisah karena takut kesiangan (gak enak kalau ketahuan kabur oleh teman-teman yang lain). Udah kayak kabur dari tahanan aja.

Diterpa sengatan angin subuh di pegunungan yang dingin selama sekitar 15 menit, saya merasa beruntung memakai jaket dan juga lilitan kain bali di leher. Kalau tidak? Beeeeeerrrrrrr, rasanya pasti semeriwing puluhan kuadrat. Jadi begini tho, rasanya naik ojek jam 4 subuh. 

Kontur tanah yang tidak memungkinkan, memaksa kami turun dari ojek dan melanjutkan  dengan berjalan kaki. Seorang tukang ojek yang merangkap sebagai guide turut mengantar kami. Oh iya, dalam perjanjian, tariff ojek PP dipatok sebesar Rp 50,000,-

Pagi-pagi buta harus nanjak itu ternyata rasanya kacau balau bro, apalagi buat pemula kayak gue. Untung saja jalanan yang cenderung rata lebih mendominasi dibanding yang menanjak. Kalau tidak gue pasti sudah teriak: “maaamaaaah, akoooh mao pulaaang sajaaah”. Jarak tempuh trekking yang tidak terlalu jauh, ditambah jalur setapak yang tercetak jelas membuat suasana terkesan tidak liar. Tak lama kami berlima pun sampai ke puncak bukit. Rasa capek terbayar dengan menyaksikan matahari yang terbit dengan indahnya.



Sunrise dari atas bukit Wawomudo





Sementara yang lain sibuk memotret kian kemari, gue duduk selonjoroan menikmati matahari terbit. Padahal ini alasan doang sih, skenario sebenarnya karena kaki gue cukup gempor. Setelah matahari cukup tinggi, baru terlihat jelas bentuk kawah Wawomudo yang terdapat di bawah. Genangan air kawah yang cuma seadanya tampak sedikit menyedihkan. Gak kebayang kalau ada yang ngomel-ngomel protes melihat kenyataan ini (hanya beberapa orang yang tau siapa ini – hahaha).

Selesai dari Kawah Wawomudo, kami kembali ke penginapan untuk sarapan dan bersiap-siap. Beberapa orang teman sempat memesan kopi Bajawa (katanya cukup terkenal ya?) ke tukang ojek tadi pagi, namun begitu di coba di Jakarta, ternyata kopi tersebut tidak seenak yang seharusnya. Jadi saran gue, coba deh cari referensi penjual yang terpercaya kalau memang niat mau membeli kopi asli sana.

Stop berikutnya adalah kampung Bena, yang bagi sebagian orang namanya sudah cukup familiar. Terletak di kaki Gunung Inerie, desa berbentuk linear ini ternyata memiliki akses jalan yang amat mudah, alias berada di pinggir jalan raya. Jadi jangan terlalu berharap untuk melihat desa alami yang bisa membangkitkan jiwa petualangan, yah! Penduduk desa pun sudah cukup dicemari oleh alat tukar yang bernama uang. Bahkan untuk sekedar berfoto bersama saja, mereka meminta “jatah”. Ngomong-ngomong, di kampung ini, jangan lupa untuk mengambil foto dari bagian atas yah! Dari spot ini, seluruh desa yang hanya terdiri dari beberapa rumah, dapat ter-capture dengan jelas. 

Dijual disini

Tenun Kampung Bena

Atas: foto dari atas kampung bena
Bawah: foto dari luar kampung bena

Puas menginspeksi desa Bena, berikutnya menuju Danau Ranamese dan sawah laba-laba di Ruteng. Danau Ranamese yang konon pernah disambangi oleh Nicholas Saputra (penting gak sih?), berada persis pinggir jalan raya, namun ditutupi oleh tembok beton. Menurut supir bis, tembok ini untuk menghalangi pengendara mobil melambatkan kendaraanya dan melihat-lihat. Tidak banyak waktu yang dihabiskan disini. Gerimis yang mulai turun, menandakan bahwa kami harus segera pergi dari situ.





Sawah Laba-laba di Ruteng


Danau Ranamese


Sawah laba-laba memang cantik, pemirsaaah. Unik deh. Disebut begitu karena para petani dengan kreatif, rajin dan sabar membentuk sedemikian rupa sehingga menyerupai sarang laba-laba. Spot terbaik untuk menikmati keindahannya adalah dari atas bukit. Jangan khawatir, naiknya mudah kok. Sudah dibuat bertangga-tangga, meskipun belum dilapisi batu atau semen. Hamparan padi kehijauan terlihat bagaikan karpet berbulu dengan ukiran sarang laba-laba. Kami cukup beruntung datang di saat yang tepat, bayangkan kalau padi-padi baru saja selesai di panen?! Keindahannya pasti berkurang.


What we do in da bus



Malam ini kami dijadwalkan untuk tidur di bis. Kali ini gue sih udah siap mental untuk tidak mandi. Tapi ternyata, dari sawah laba-laba ke Labuan bajo tidak sejauh yang diperkirakan. Kira-kira jam 9 malam, kami telah siap menyantap makan malam di restoran TreeTop. Restoran ini merupakan tempat yang paling nge-hip seantero Labuan Bajo. Di lantai atas restoran bersama beberapa orang teman, kami menginap. Gratis. Sisanya memilih untuk mencari penginapan terdekat.  Mungkin merasa kurang nyaman tidur dengan suasana bagaikan di barak. Padahal disini seru, lho! Sebagai orang yang (mungkin) tidur paling akhir, gue menyadari bahwa ada teman yang ngorok, ada yang kentut dan berbagai perilaku lainnya =))


Suasana TreeTop

NB: foto-foto di atas adalah koleksi dari rekan-rekan seperjalanan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar